Diah Ayu Ratri Putri Aryani Pendidikan dan Literasi Wednesday, 07 Jun 2023, 2356 WIB Sumber Lingkungan merupakan bagian penting untuk pembentukan perilaku anak, karena anak tidak terlepas dari lingkungan sosialnya. Anak sebagai makhluk sosial akan terus berinteraksi dengan lingkungan sosialnya untuk keberlangsungan hidupnya. Kemudian anak akan mengamati dan meniru perilaku-perilaku yang tampak di hadapannya. Nurture adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi individu sejak masih di dalam kandungan sampai meninggal. Namun, pada faktor nurture atau lingkungan. Dimana, lingkungan sangat mendominasi dalam pembentukan perilaku anak, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah yang juga termasuk lingkungan teman sebaya, lingkungan masyarakat dan lingkungan fisik tempat tinggal anak. Ada tiga jenis lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku anak, Diantaranya adalah sebagai berikut 1. Lingkungan Keluarga Keluarga adalah lingkungan yang paling penting yang dapat membentuk watak dan karakter. Keluarga adalah lingkungan pertama, di mana orang melakukan komunikasi dan sosialisasi diri orang lain selain dirinya. meletakkan dasar pengalaman dengan kasih sayang dan sepenuhnya cinta, kebutuhan akan otoritas dan nilai-nilai ketaatan. Orang tua secara tidak langsung menjadi panutan bagi anak untuk ditiru. apa yang dilihat dan dipelajari oleh orang tua, apa yang dirasakan dan dialami anak, termasuk hal-hal yang menyenangkan, menyakitkan, atau membanggakan, yang dirasakan dalam benak anak. Peniruan perilaku anak melibatkan proses yang mempengaruhi mereka, yaitu perhatian dan representasi. Dalam pandangan psikologis, anak menyerap semua pengalaman pribadinya tanpa evaluasidan seleksi yang ketat. semua diterima sebagai sesuatu yang wajar tanpa keraguan. 2. Lingkungan Sekolah Sekolah adalah lingkungan kehidupan sosial kedua anak setelah keluarga. Anak belajar berinteraksi dengan guru dan teman sebaya, keduanya sama-sama mampu mempengaruhi perilaku anak. Guru adalah mediator baik antara anak-anak atau antara anak-anak dan orang tua. Sekolah juga mengembangkan aspek lain seperti pembentukan sikap, kebiasaan, belajar kelompok, dll. Selain itu, perhatian guru dan metode atau model pembelajaran yang digunakan untuk anak-anak Juga menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan anak. rangkaian aktivitas dimana siswa belajar sedangkan mengajar dilakukan oleh guru, yang meyebabkan terjadinya pembentukan sikap atau tingkah laku dalam diri siswa sebagai interaksinya dengan lingkungan belajar yaitu guru, dan sumber belajar. 3. Lingkungan Sosial Masyarakat Lingkungan masyarakat adalah lingkungan terbesar dalam kehidupan individu. Zastrow, mengatakan bahwa lingkungan masyarakat adalah semua individu dan sistem yang saling berinteraksi satu sama lain untuk membentuk pola hubungan. Oleh karena itu lingkungan masyarakat juga berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai etika dan estetika dalam membentuk perilaku anak. Albert Bandura merupakan seorang pakar dalam bidang psikologi yang dikenal melalui teori fenomenalnya tentang Social Model. Menurutnya, perilaku manusia terbentuk dari sebuah proses peniruan yang disebut dengan teknik modeling dari lingkungan sekitarnya. References Asikin, I. Pengembangan Model Pendidikan Karakter Di Lingkungan Keluarga. Huda, N. Penerapan Modelling Teori Albert bandura Pada Mata Pelajaran Fikih Di Mi Umul Qura. Shofiyatuz Zahroh, N. Peran Lingkunagan Sosial Terhadap Pembentukan Karakter Anak Usia Dini di Jogja Green School. Utami, W. D. peran Orang Tua Terhadap Perilaku Meniru Modelling Anak Dalam Konsep Psikologi Perkembangan Di Desa Belanti Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir. literasi perilaku anak Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Pendidikan dan Literasi Terpopuler Tulisan TerpilihLingkunganpula bisa mendapat dukungan dari organisasi. Lingkungan organisasi bisa saling memengaruhi dan tidak boleh tumpang tindih. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi lingkungan organisasi. Faktor tersebut yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal memberikan pengaruh besar terhadap maju dan mundurnya sebuah organisasi. Politik erat kaitannya dengan cara seseorang / lembaga / organisasi / negara untuk mempengaruhi orang lain guna mencapai tujuan yang sudah disepakati bersama. Dan dalam tipe-tipe budaya politik di Indonesia pelaksanaan sosialisasi politik melalui berbagai tahapan, metode, dan proses. Artikel kita kali ini akan tentang hal membahas terperinci tentang hal Sosialisasi PolitikSebelum kita mengetahui proses sosialisasi dalam politik, sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu definisi sosialisasi politik. Sosialisasi politik mempunyai beberapa pengetian menurut para ahli. Beberapa pengertian sosialisai politik adalah sebagai berikutSosialisasi politik menurut Gabriel Almond, adalah proses dimana sikap-sikap, keyakinan dan pola tingkah laku politik dibentuk melalui berbagai sarana yang ada agar politik yang dianut tersampaikan dari satu generasi ke generasi politik menurut Eisendtadt dalam bukunya From Generation to Generation, komunikasi yang dipelajari manusia / individu dengan siapa dia berinteraksi untuk memasuki beberapa hubungan / relasi yang politik menurut Davis F. Aberle dalam bukunya Culture and Socialization, adalah pola-pola mengenai aksi dan tingkah laku yang ditanamkan pada individu melalui ketrampilan-ketrampilan, motif-motif, dan metode-metode untuk menampilkan tingkah laku tertentu di masa sekarang maupun yang akan politik menurut Irvin L. Child, adalah proses dimana setiap individu baru dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya agar sesuai dengan adat kebiasaan / standar-standar tertentu yang dapat diterima oleh kelompok / negaranya. Sosialisasi politik menurut Denis Kavanagh, adalah proses di mana seseorang / individu dengan metode dan cara tertentu dapat menumbuhkan pandangan dan keyakinannya tentang semua pengertian sosialisasi politik yang disebutkan di atas, berarti bahwa proses sosialisai politik merupakan proses yang ditumbuhkan / dilalui setiap individu. Sosialisasi dilakukan dengan tahapan dan metode / cara tertentu agar dapat menumbuhkan keyakinan / tingkah laku berpola tentang sesuatu yang dianut kelompoknya / negaranya. Baca juga Fungsi Sosialisasi PolitikArtikel terkaitPeran Keluarga dalam Pembentukan KepribadianFungsi Sosialisasi PolitikPeran Lembaga Pengendalian SosialOrganisasi di Lingkungan Sekolah dan MasyarakatSistem Politik di Berbagai NegaraTahapan Proses Sosialiasasi Politik Dalam Keluarga Tahapan proses sosialisasi dalam politik sudah dimulai sejak masa anak-anak dan remaja tanpa disadari. Hasil riset David Eston dan Robert Hess, menyatakan bahwa anak-anak secara tidak sadar belajar politik ketika memasuki usia tiga tahun. Mereka belajar dari keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitar. Contoh proses itu antara lain, anak mulai mengenal sosok ayah dan ibu serta perannya masing-masing dalam keluarga, mengenal lingkungan rumahnya dan siapa saja yang ada di sana, mengenal profesi di sekitarnya seperti polisi, dokter, satpam, dan ketika masuk usia pra sekolah mereka sudah mengenal nama negara, bendera, dan suku-suku dari teman-temannya. Secara garis besar, tahapan proses sosialisasi poltik menurut David Eston dibagi menjadi empat, yaitu1. Pengenalan Otoritas Kekuasaan Melalui Individu ini merupakan tahap awal proses sosialisasi politik, yang dimulai dari masa anak-anak pra sekolah sekitar usia 3 tahun. Pada saat ini anak-anak mulai mengerti siapa ayah, ibu, presiden, polisi, dokter, Pak RT jika di Indonesia, dan peranan masing-masing individu tersebut. Anak mulai paham arti kekuasaan dari kebiasaan, misalnya di rumah mereka harus mematuhi ayah dan ibu sementara di sekolah mereka harus mematuhi Perbedaan Antara Otoritas / Kekuasaan Internal dan EksternalOtoritas internal dan eksternal yang dimaksud adalah anak membedakan mana pejabat swasta dan pemerintah. Atau dalam kehidupan masyarakat Indonesia, anak mulai mengenal mana orang yang bekerja sebagai pegawai kantor dan bukan pedagang, petani, dan buruh.Pengenalan Mengenai Institusi-Institusi Politik Impersonal / Lembaga-Lembaga NegaraPengenalan institusi politik impersonal dimulai ketika anak mulai usia sekolah. Di mana mereka mempelajari apa yang dimaksud dengan lembaga pemerintah, apa saja yang termasuk lembaga pemerintah, dan apa saja tugas lembaga negara dan wewenangnya. Selain itu dari peristiwa yang mereka alami, anak juga mengenal insitusi-institusi politik impersonal. Misalnya, peristiwa pemilihan umum, peristiwa pergantian presiden, dan Pembedaan Antara Institusi-Institusi Politik dan Orang-Orang yang Terlibat Dalam Institusi-Institusi tahap ini dimulai ketika anak sudah menginjak usia remaja dan remaja dewasa. Ketika usia remaja, mereka mulai mengenal siapa saja tokoh-tokoh politik yang terlibat di negaranya dan apa saja peranannya secara nyata. Kemudian ketika menginjak usia remaja dewasa, individu mulai mengenal lebih dalam dan mulai belajar terlibat dalam organisasi kecil. Perkembangan tersebut kemudian mengarahkan individu untuk memilih akan terlibat secara pasif atau aktif dalam terkaitNorma-norma Dalam Masyarakat Dampak GlobalisasiCara Menjaga Nama Baik SekolahPentingnya Pendidikan KarakterAsas-asas Pokok Demokrasi Proses Sosialisasi dan Politik Dalam KeluargaMenurut Ramlan Surbakti, metode atau cara sosialisasi politik ada dua , yaitu melalui pendidikan poltik dan melalui indoktrinasi politik. Proses sosialisasi dengan cara pendidikan poltik, yaitu dengan cara dialog antara pemberi dan penerima pesan, antara negara dengan masyarakatnya. Dengan dialog poiltik, diharapkan masyarakat dapat memahami dan menerima nilai-nilai, norrma-norma, dan kebijakan negara. Pendidikan politik biasanya digunakan oleh negara-negara yang mempunyai ciri-ciri negara demokrasi. Kebalikan dari pendidikan politik, indoktrinasi adalah penanaman nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh negara pemerintah yang berkuasa dengan cara sepihak, terkadang bersifat memaksa. Apapun yang dianggap baik dan ideal oleh pemerintah, maka masyarakat harus sosialisasi dalam politik ada 2, yaitu proses secara langsung dan tidak langsung. Proses secara tidak langsung, mengajarkan politik dari hal-hal yang tidak berkaitan dengan politik. Proses ini ada tiga, yaitu magang, pengalihan hubungan antar individu, dan generalisasi. Sementara sosialisasi politik secara langsung ada empat, yaitu pengalaman poltik, pendidikan politik, peniruan perilaku, dan sosialisasi antisipatori. Ketujuh proses tersebut akan diuraikan satu per satu di bawah magang merupakan sarana belajar dengan terjun langsung di suatu tempat tertentu atau organisasi tertentu. Proses sosialisasi politik dapat dimulai dari sini. Individu dapat mengenal dan berinteraksi langsung dengan tingkatan-tingkatan jabatan / peranan yang ada di luar lingkungan hubungan antar individu, pada awalnya, setiap individu tidak mempunyai hubungan yang berkaitan dengan politik. Namun pada akhirnya ketika individu mulai dewasa dan mengenal dunia luar, maka hubungan yang sebelumnya sudah terjadi akan dipengaruhi oleh orientasi kepercayaan dan nilai-nilai atau norma-norma yang dimiliki individu sejak kecil sebenarnya tidak berkaitan dengan politik. Seiring dengan kedewasaan individu, nilai-nilai dan norma / kepercayaan yang dianutnya akan mempengaruhinya untuk berorientasi politik terhadap obyek politik, pengalaman politik merupakan proses sosialisasi secara langsung, di mana setiap individu belajar dari kegiatan-kegiatan politik yang berlangsung. Misalnya, kegiatan pemilihan unum secara aktif atau pasif dan ikut menjadi anggota partai politik. dengan demikian individu akan mengerti fungsi pemilu dan fungsi partai politik, dalam tipe-tpe budaya politik, proses sosialisai ini dilakukan secara langsung, sadar, dan terencana untuk menyampaikan dan menanamkan terhadap orang lain agar memiliki orientasi poltik tertentu dengan metode tertentu pula. Pendidikan poltik dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah, diskusi politik langsung / di televisi, dan kegiatan-kegiatan partai politik di masyarakatnya. Fungsi lembaga politik di sini sangat perilaku imitasi, proses sosialisasi atau imitasi ini biasa dilakukan dengan cara menokohkan seseorang yang terlibat dengan orientasi politik tertentu. Tokoh tersebut adalah individu yang dikenal masyarakat. Sehingga orang lain akan meniru tokoh tersebut dan orientasi politiknya. Atau seorang anak mendukung calon presiden tertentu karena ayah atau kakaknya mendukung calon presiden antisipatori, proses sosialisasi politik secara langsung dengan mempelajari dan meniru tokoh poiltik yang diidolakan. Otomatis hal ini juga akan mempengaruhi orientasi politik individu tahapan dan proses sosialisasi dalam politik tersebut dapat dilaksanakan oleh berbagai agen poltik. Di antara agen poltik bisa keluarga, teman sekelompok / sebaya, partai politik, sekolah, media massa, dan artikel tentang proses sosialisasi dalam politik yang diuraikan dengan singkat. Semoga dapat mudah dipahami dan bermanfaat bagi pembaca semua untuk mempelajari tentang politik dan ketatanegaraan.
FaktorFaktor yang Mempengaruhi Investor Individu dalam Pengambilan Keputusan Investasi Sekuritas di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jurnal Ekonomi, Volume 4 Nomor 2, November 2013 92 Sikap dan keyakinan terhadap obyek dalam penelitian ini adalah saham. Saham tergolong dalam risky assets dan berada pada lingkungan pasar yang berisiko.
Perilaku politik dan pilihan merupakan sebuah konstruksi sosial, sehingga untuk memahaminya diperlukan dukungan konsep dari berbagai berbagai disiplin ilmu. Dalam menganalisis hal tersebut, maka banyak variabel yang perlu diperhatikan dalam konteks sosial yang sangat dinamis. Mulai dari variabel ekonomi, psikologi sosial, konsep sosiologis geopolitik dan sebagainya Gaffar, 2005. Berbagai disiplin ilmu atau berbagai variabel digunakan secara menyeluruh dan integral. Sebagai manifestasi sikap politik, pilihan politik tidak dapat dipisahkan dari budaya politik yang oleh Almond dan Verba diartikan sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta sikap terhadap peranan warga negara didalam sistem itu. Almond menyebutkan bahwa, tiap sistem politik mewujudkan dirinya di dalam pola orientasi-orientasi dan tindakan-tindakan politik tertentu. Dia menyebut pola-pola orientasi-orentasi ini sebagai kebudayaan politik. Seseorang dalam suatu komunitas masyarakat akan dihadapkan oleh nilai dan norma yang diterima sebagai suatu kemestian. Hal inilah yang mempengaruhi pola perilaku seseorang beserta orientasi-orientasi terhadap objek-objek yang ada, dan seperti yang disebutkan oleh Almond, bahwa pola-pola orientasi terhadap objek-objek politik, merupakan wujud dari kebudayaan politik suatu komunitas masyarakat. Dalam suatu masyarakat terdapat suatu nilai-nilai yang dianut sebagai suatu kesatuan pola bertindak, berpikir dan merasakan. Inilah yang disebut sebagai budaya masyarakat secara keseluruhan. Sejumlah elemen kebudayaan dianut dan mempengaruhi perilaku seluruh anggota masyarakat, sementara sejumlah elemen kebudayaan yang lain, meskipun dianggap memiliki salienasi yang tinggi oleh para penganutnya, hanya berlaku di kalangan anggota kelompok yang sangat terbatas, dalam artian inilah para ahli membedakan pengertian kebudayaan dari sub kebudayaan. Dari uraian diatas, dapat di katakan bahwa terdapat suatu nilai yang berlaku secara menyeluruh, tapi terdapat pula nilai yang dianut oleh kelompok masyarakat tertentu, dan itu biasanya tidak berlaku bagi kelompok masyarakat lain Mashod, 1987 . Seperti halnya pendekatan- pendekatan yang diuraikan sebelumnya tentang perilaku memilih, itu bersumber dari penelitian yang diadakan di negara-negara maju, pemilu yang berulang-ulang dan praktek demokrasi yang relatif bersih, memungkinkan teori itu memiliki validitas tinggi untuk memprediksi perilaku pemilih untuk pemilu-pemilu berikutnya. Untuk konteks Indonesia, terdapat perbedaan antara masa orde baru dan pasca orde baru, seperti iklim sosial politik yang berbeda antara kedua masa tersebut. Tapi bukan berarti hasil kajian pada masa sebelumnya sama sekali tidak bisa digunakan, mengingat hasil penelitian pada masa reformasi masih sangat terbatas. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku politik munurut Surbakti 199216 adalah 1. Lingkungan sosial poltik taklangsung, seperti sistem politik, ekonomi, sistem kebudayaan media massa. 2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian masyarakat seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan. 3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. 4. Faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi masyarakat secatra langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan, sepri cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang, kehadiran orang lain, suasana kelompok dan ancaman dengan segala bentuknya. Dari lingkungan sosial politik langsung masyarakat mengalami sosialisasi langsung dan internalisasi nilai dan norma masyarakat, termasuk nilai dan norma kehidupan bernegara dan pengalaman-pengalaman hidup pada umumnya. Dimana faktor lingkungan sosial politik yang berupa sosialisasi internalisasi dan politisasi, selain itu faktor lingkungan sosial politik taklangsung juga mempengaruhi lingkungan sosial politik langsung berupa situasi. Faktor lingkungan sosial berupa sosialisasi, internalisasi dan politisasi akan mempengaruhi struktur kepribadian atau sikap perilaku pemilih. Perilaku politik suatu masyarakat juga bisa dipengaruhi oleh adanya unsur-unsur kekuasaan. Seorang pemimpin sebagai pemilik kekuasaan bisa mempengaruhi, bahakan menciptakan dan menggiring pengikut, menjadi provokator pengikut, sehingga para pengikut dapat mempengaruhi pemimpin yang diinginkan. Sebaliknya seorang pengikut dapat mempengaruhi pemimpin, bisa memberikan bisikan, dan menyuruh untuk memeprtahankan kekuasaan dan bahkan bisa menjatuhkan kekuasaannya Hidayat, 2002 44. Diantara beberapa jenis pengelompokkan sosial, agama merupakan salah satu faktor penting pembentukan perilaku memilih di Indonesia, sejumlah penelitian menunjukkan, agama pemilih memiliki korelasi nyata dengan perilaku memilih Prihatmoko, 2005. Setiap orang yang mengaku beragama, akan mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok agamanya dan pilihan politiknya biasanya disejalankan dengan agama yang dianutnya. Studi tentang besarnya pengaruh agama, bisa saja menjadi hal yang kurang relevan lagi untuk masa sekarang ini. Tapi beberapa rujukan lain justru memperkuat bahwa agama menjadi variabel penting dalam membentuk perilaku memilih. Selain orientasi agama, terdapat faktor sosial yang perlu mendapat perhatian yaitu usia dan jenis kelamin. Studi-studi tentang faktor usia dan jenis kelamin terhadap perilaku pemilih sangat penting dilakukan, jumlah kaum wanita yang lebih lima puluh persen dari total populasi merupakan proporsi yang menentukan hasil pemilu jika terdapat korelasi erat antara jenis kelamin dan pola pilihan. Berbicara tentang korelasi antara jenis kelamin dengan pola pilihan, Ramlan Surbakti menjelaskan terdapat perbedaan perilaku politik perempuan dari pria baik pada peringkat warga negara maupun pada peringkat elit yang dijelaskan dengan perbedaan belajar mengenai sex roles dan sex role yang pantas dalam bidang politik pada masa kanak-kanak atau masa ini diartikan sebagai sosialisasi politik. Populasi perempuan yang melebihi setengah dari keseluruhan jumlah populasi merupakan suatu kajian yang menarik, apalagi mekanisme yang ada yaitu legitimasi pada hasil pemilihan umum yang mensyaratkan suara mayoritas, menjadikan posisi perempuan ini menjadi hal yang patut untuk diperhatikan. Adanya perbedaan perilaku politik antara laki-laki dan perempuan, seperti yang diungkapkan oleh Ramlan Surbakti, menjadikan faktor sosial ini perlu diperhatikan. Faktor sosial lainnya yang perlu diperhatikan yaitu orientasi kandidat. Pengaruh orientasi kandidat terhadap pola perilaku dan pilihan pollitik tidak tampak pada pemilu-pemilu pada zaman orde baru, dengan sistem pemilu yang memilih partai, umumnya para pemilih tidak memperhatikan kandidat saat melakukan pencoblosan. Sistem yang ada pada masa orde baru, memang tidak menyediakan ruang untuk proses pencoblosan kandidat. Tapi pada masa yang lebih demokratis, maka hal ini dimungkinkan. Perilaku pemilih pada pemilu 1999, walaupun masih sistem pencoblosan lambang partai, dipengaruhi faktor kandidat. Hal ini membuktikan bahwa sistem yang lebih demokratis akan membuka seluas-luasnya ruang kontestasi untuk setiap orang untuk āberkompetisiā sesuai dengan aturan yang ada Mufti. 2005. Pada pemilu 2009 dengan sistem pemilihan tanda gambar partai dan nama kandidat, faktor kandidat legislatif akan memberi pengaruh besar terhadap perilaku memilih, terlebih-lebih pada pemilihan presiden dengan sistem pemilihan langsung. Terdapat bangunan kognitif yang digunakan oleh pemilih untuk menilai seseorang yang akan maju sebagai calon atau kandidat, sehingga faktor kandidat sangat berpengaruh terhadap pola pilihan pemilih. Adnan Nursal 200437 menguraikan sejumlah orientasi pemilih dalam ajang pemilihan umum, antara lain 1. Sosial imagery atau citra sosial pengelompokan sosial, menunjukan streotip kandidat atau partai untuk menarik pemilih dengan menciptakan asosiasi antar kandidat atau partai dengan segmen - segmen tertentu dalam masyarakat. Social imagery adalah citra kandidat dalam pikiran pemilih mengenai āberadaā didalarn kelompok sosial mana atau tergolong sebagai apa sebuah partai atau kandidat politik. Social imagery dapat terjadi berdasarkan banyak faktor antara lain a. Demografi 1 Usia contoh partai anak muda 2 Gender contoh calon pemimpin dari kelompok hawa 3 Agama contoh partai bercorak Islam, Katolik b. Sosio ekonomi 1 Pekerjaan contoh partai kaum buruh 2 Pendapatan contoh partai wong cilik c. Kultur dan etnik 1 Kultur contoh kandidat adalah seniman, santri 2 Etnik contoh orang Jawa, Sulawesi d. Politis-ideologi contoh partai nasionalis, partai agamis, partai konservatif, partai moderat. 2. Identifikasi partai, bisa menjadi salah satu faktor yang cukup signifikan dalam menentukan pilihan politik sesuai dengan kedekatan terhadap suatu partai yang dihubungkan dengan kandidat. 3. Identifikasi kandidat a. Emosional feelings, dimensi emosional yang terpancar dari sebuah kontestan atau kandidat yang ditunjukan oleh police making yang ditawarkan. b. Kandidat personality, mengaju pada sifat-sifat pribadi yang penting yang dianggap sebagai karakter kandidat. 4. Isu dan kebijakan politik, pengaruh isu dan program bisa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perilaku pemilih. Semakin tingginya pendidikan pemilih, yang bisa meningkatkan daya kritis, semakin menyebabkan pentingnya peranan isu dan program. 5. Peristiwa-peristiwa tertentu a. Current events, mengacu pada himpunan peristiwa, isu, dan kebijakan yang berkembang menjelang dan selama kampanye. b. Personal events, mengacu pada peristiwa pribadi dan peristiwa yang pernah dialami secara pribadi oleh seorang kandidat. Misalnya, skandal seksual, skandal bisnis, menjadi korban rezim, pernah ikut berjuang dan lain-lain. 6. Epistemic, adalah isu-isu pemilihan yang spesifik dimana dapat memicu keingintahuan pemilih mengenai hal-hal tertentu. Selanjutnya Lipset 2007181 juga mengemukakan, perilaku pemilih akan dipengaruhi oleh struktur sosial seorang individu, seperti kelompok politik dan sistem politik yang melekat pada individu berdasarkan etnis, agama, atau sistem ekonomi regional. Kemudian Upe 2008205 menurut hasil penelitiannya menyimpulkan terdapat enam variabel atau faktor sebagai stimulus politik yang mempengaruhi perilaku pemilih dalam memilih kandidat, antara lain 1. Identifikasi figure Dalam proses Pemilihan Anggota Legislatif disebut juga sebagai pemilihan perorangan, hanya saja proses pencalonan melalui seleksi partai politik yang memiliki persentase kursi legislatif yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahkan saat ini sudah dimungkinkan pencalonan diluar partai atau lebih dikenal dengan calon independent. Oleh sebab itu, harapan dari momentum ini adalah terpilihnya figur yang berkualitas, sehingga mampu membawa perubahan kearah yang lebih baik, tentu dengan melihat sosok calon pemimpin yang berkemampuan dan profesional. 2. Identifikasi partai politik yang mengusung Secara sosiologis ada kemungkinan faktor ini dapat memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Dimana pemilih mengaitkan pilihannya dengan kelompok sosialnya, dalam hal ini partai politik. 3. Isu kampanye Kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing- masing pasangan calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan untuk mempengaruhi persepsi, sikap dan perilaku pemilih. 4. Faktor juru kampanye Juru kampanye yang dimaksud yakni siapa saja yang aktif menyampaikan program-program pasangan calon, baik pada saat kampanye maupun diluar kampanye. Tentu saja para juru kampanye tersebut memiliki ikatan yang lebih dekat dengan konstituen di sekitar mereka. 5. Pertimbangan insentif hibah politik Fenomena menarik dalam Pemilihan Anggota Legislatif adalah maraknya kapitalisme Pemilihan Anggota Legislatif . Pertama, sebuah partai memiliki kewenangan untuk menuntut kontribusi kepada partai politik yang akan mengusungnya. Kedua, dalam kondisi pemilih yang masih sangat terbatas baik aspek ekonomi maupun politik, bisa dimanfaatkan para pihak kandidat untuk mendapatkan suara, dalam hal ini disebut hibah politik. 6. Faktor kelompok penekan pressure group Ajang Pemilihan Anggota Legislatif merupakan sebuah ajang demokratis, namun juga tidak menuup kemungkinan terjadinya praktek premanisme atau apapun bentuknya yang menekan pemilih untuk memilih kandidat tertentu. Selainitu juga ada tekanan dari kelompok dimana masing- masing individu berada seperti keluarga, pertemanan, lingkungan pekerjaan dan sebagainya.